Micin sudah sangat terkenal hampir diseluruh dunia, bahkan sejak pertama di temukan oleh orang jepang lebih 100 tahun yang lalu. Dan menjadi zat aditif untuk makanan yang paling banyak dipakai.
Kata micin memang bukan istilah sebenarnya, kata micin ini asal katanya dari vetsin, mungkin karena lidah orang jawa saja yang gak mau rumit, trus di bilang micin. hehe
Micin / vetsin atau yang dalam istilah ilmiahnya disebut MSG (Monosodium Glutamate) kandungannya terdiri dari natrium dan glutamat yang komposisi masing 12 % natrium, 78 % glutamat, dan 10 % air. MSG ini dibuat dengan mengambil kandungan asam glutamat dari molasses tebu atau tetes tebu (sisa pengolahan gula tebu yang tidak bisa mengkristal), sedang di negara yang tidak memiliki tanaman tebu, mengambilnya dari ganggang, gula bit, gandum, kedelai, tapioka, minyak bumi, atau dengan sengaja membuat asam glutamat ini secara sintetis.
Salah satu bahan diatas diolah melalui proses fermentasi oleh mikroba untuk mengubah unsur karbohidratnya hingga menjadi asam glutamat. Lalu asam glutamat yang dihasilkan oleh mikroba tersebut terus melalui proses selanjutnya yaitu stelirisasi, dekolorisasi (pembuangan zat warna), pengkristalan, pengeringan, pengayakan dan terakhir adalah pengemasan.
Setelah mengetahui prosesnya, pertanyaannya adalah Amankah MSG ini di konsumsi ??
Untuk menjawab pertanyaan diatas memang agak sulit, kenapa, karena ada banyak sekali perdebatan mengenai keamanan konsumsi MSG ini. Ada dua kubu disini, yaitu kelompok yang mengatakan bahwa MSG berbahaya, dan kelompok yang mengatakan MSG aman, bagaimana dengan negara kita? Sayangnya BPOM negara kita masuk pada kelompok kedua, kenapa saya mengatakan sayangnya, karena saya masuk kelompok pertama. hehehe
Yups, mari kita jawab bersama, Saya akan coba membahasnya dari dua sudut pandang yang berbeda, dan saya berikan hak sebesar besarnya kepada anda pembaca untuk menilai dan memilih
Secara epidemiologis hampir 30% manusia di dunia ini mempunyai kecenderungan keracunan terhadap garam, yang disini diwakili Natrium/sodium, yaitu kecenderungan hipertensi atau tekanan darah tinggi. Dan kecenderungan hipertensi karena keracunan garam resikonya bisa naik 50 % jika manusianya dalam keadaan kegemukan.
Jika dinegara barat Natrium dan Sodium hanya bersumber dari garam, lain halnya dengan di indonesia maupun kecenderungan negara asia lainnya, Natrium dan sodium selain dari garam juga yang paling potensial adalah dari MSG ini.
Coba kita ambil cara berfikir seperti berikut : Perbandingan kadar Natrium/sodium pada MSG adalah tiga kali lipat kadar Natrium/Sodium pada garam. Jelasnya, kadar Natirum/sodium dalam 1 gram garam, setara dengan kadar natrim/Sodium 3 gram MSG. Jika 1 gram garam sudah membuat asin satu mangkok sup, Disinilah masalahnya, 3 gram MSG ini tidak membuat asin, tapi hanya gurih dan sedap, maka yang biasanya terjadi adalah penggunaan yang berlebih / over konsumsi, inilah yang dikatakan bisa membahayakan.
Juga perlu diketahui, bahwa keracunan MSG ini tergolong Age Dependent (tergantung umur) dasarnya adalah sebuah penelitian di Amerika terhadap hewan, yang mana, penggunaan hewan yang semakin muda dalam percobaan pemberian MSG, menunjukan semakin tingginya kepekaan tingkat kerusakan jaringan otaknya. Dan penelitian inilah yang memunculkan aturan ketat di Amerika terhadap pelarangan penggunaan MSG untuk makanan bayi.
Biasanya, orang yang sudah biasa mengkonsumsi MSG menjadi toleran dan seperti kecanduan dan ingin makan lebih banyak lagi setiap waktunya. Lha kalau dari kecil/bayi secara terus menerus dijejali dengan MSG, anda bisa bayangkan apa yang terjadi 20 th setelahnya, bukan tidak mungkin penumpukan kandungan Natrium/sodium bisa memicu hipertensi, bahkan stroke, bisa dibayangkan bgaimana generasi kita selanjutnya.
Efek negatif lain terjadi jika MSG ini melalui proses pemanasan, seperti digoreng dengan minyak, atau dengan pressure cooker, setiap bersinggungan dengan panas, kandungan MSG ini akan pecah menjadi dua zat yang berbeda dengan induknya, yaitu menjadi Glutamic pyrlosied 1 (Glu-P-1, Amino-methyl dipyrido imidazole) Glutamic pyrlosied 2 (Glu-P-2, Amino dipyrido imidazole), yang mana kedua zat tersebut bersifat mutagenik (menyebabkan kelainan genetik), dan karsinogenetik (pemicu kanker), Dari dasar uji mutagen (ames test) kedua zat tersebut secara konsisten mengakibatkan mutagenik pada kuman Salmonella typhimurium, dan saat percobaan pada tikus putih, potensial menyebabkan kanker kerongkongan, lambung, usus hati, dan otak (hasil percobaan ahli dari jepang Matsumoto dkk/ 1977, Takayama dkk/1984, Sugimura dan Sato/1983) bahkan disebutkan Kedua zat diatas jauh lebih potensial memicu kanker dibanding dengan Aflatoksi, yang mana hanya menyebabkan kanker hati saja.
Fakta lain tentang MSG juga diangkat oleh Russell Blaylock, penulis buku Excitotoxins-The Taste That Kills. Dalam buku itu disebutkan MSG adalah excitotoxin yaitu zat kimia yang merangsang dan dapat mematikan sel2 otak. Sang penulis juga menyebutkan bahwa MSG dapat memperburuk gangguan saraf degeneratif seperti Alzeheimer, Parkinson, Autisme serta ADD (Attention Deficit Disorder).j
Disini juga dijelaskan, MSG juga meningkatkan resiko dan kecepatan pertumbuhan sel kanker. Ketika konsumsi glutamat meningkat, kanker akan tumbuh dengan cepat, dan ketika glutamat di hentikan, pertumbuhan sel kanker melambat.
Para peneliti telah melakukan eksperimen, di mana mereka menggunakan pemblokir glutamat yang dikombinasi dengan kemoterapi hasilnya sangat baik. Bahkan mereka menyimpulkan, pemblokiran glutamat secara signifikan meningkatkan efektivitas obat obat anti kanker.
Memang, MSG ini menjadi kontrofersi sejak lama, bahkan di indonesia (ingat jaman Gus Dur), selain penelitian tentang bahaya penggunaan MSG buat tubuh, banyak juga statmen2 dari banyak ahli makanan yang kontradiktif mengatakan bahwa MSG ini aman dikonsumsi.
Seperti yang dilansir oleh US Food and Drug Administration (FDA), bahwa MSG aman digunakan pada makanan, secara tidak berlebihan.
Di indonesia sendiri, MSG ini masih digolongkan zat adiktif yang diperbolehkan. Pada perdebatan tentang MSG ini pernah dijawab oleh Pemerintah bahwa sesuai peraturan Mentri Kesehatan nomor 722 Tahun 1988, ada 16 jenis pengawet yang diperbolehkan, antara lain MSG dan pemanis buatan.
Pemerintah juga menentukan batas aman penggunaan MSG untuk tubuh yaitu maksimal 120 mg/kg berat badan perhari.
Untuk obyektifitas artikel saya ini, saya juga akan masukkan informasi lain, disini saya ambil pendapat dari Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Prof. Dr. ir. Hardiansyah saat simposium Umami Dan Glutamat yang diadakan Ajinomoto dan IPB, mengatakan "Glutamat sebenarnya secara alami terdapat dalam tubuh kita dan juga bahan makanan."
Beliau juga menambahkan, bahwa kontroversi tentang MSG sebenarnya dimulai dari penelitian yang dilakukan pada hewan di laboraturium dengan dosis yang tidak relevan, dengan pemakaian sehari hari dalam masakan. Dalam menanggapi tentang pemicu kanker yang terdapat dalam mencit (tikus putih) dilaboraturium setelah pemberian MSG, Beliau mengatakan " Jelas saja menimbulkan dampak buruk karena mencit (tikus putih) disuntikkan MSG 200-500 gram setiap hari, sementara kita mengkonsumsi dengan cara mencampurnya dalam makanan, konsumsi 10 mg MSG setiap hari saja tidak mungkin."
Waoo...banyak sekali pendapat yang saling bertentangan ya ternyata.
Meski begitu, sekedar tahu saja, di tempat asalnya, Jepang, MSG yang berkadar 100 % sudah dilarang di jual bebas. Di jepang, saya ambil contoh produsen Ajinomoto, untuk mensuplai kebutuhan penyedap rasa masyarakat jepang sendiri, telah mengeluarkan produk yang bernama Aji-shio, apa ini? Aji-shio adalah campuran Garam dan MSG dengan perbandingan garam 90 % dan MSG 10 % saja, inilah yang sekarang dijual bebas di pasaran jepang sebagai penyedap rasa.
Bagi saya, hidup di tanah Indonesia adalah sebuah berkah tersendiri, dengan kekayaan bumbu, dan rempah yang beraneka macam, membuat saya tidak perlu lagi menggunakan tambahan zat adiktif untuk membuat cita rasa sedap kuliner olahan saya.Bagaimana dengan anda?
Baca Juga :